Sang Maestro Syaikh Zakariya Al Anshari (Bag I)
Nama lengkapnya Abu Yahya Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariya Al Anshari Asy-Syafi'i. lahir tahun 823 H. di Sunaika, Sebuah kota kecil di ujung timur Mesir. Nenek moyangnya adalah sahbat dari kabilah Khazraj. Al Anshari , di belakang namanya adalah nisbat kepada moyangnya yang termasuk Sahabat Anshar.
Di masa kecilnya, ia tumbuh sebagai anak cerdas yang memliki semangat belajar tinggi. Berasal dari keluarga tidak mampu, tidak membuatnya patah arang. Bahkan kenyataan hidup seperti itulah yang membentuk kepribadiannya yang kuat : tawakkal, rendah hati, sabar, tekun dan istiqomah.
Berbekal semua itu, di usianya yang masih belia, ia sudah berhasil menghafal Al Qur'an luar kepala. Ia juga hafal Umdatul Ahkam dan sebagian Al Mukhtasar karya imam Mudzaffar At Tibrizi (558-621 H).
Ketika menginjak usianya 18 tahun, Zakariya remaja pergi ke kairo dan melanjutkan studinya di Al Azhar. Di sana ia hidup serba kekurangan, tapi tak pernah ia menjadikan hal itu sebagai masalh dan rintangan serius. Di tempat belajarnya yang baru itu, Zakariya merampungkan hafalan Mukhtasar Tabrizi-nya itu. Selain itu a juga menghafal Minhaj Far'i, Alfiah karya Ibnu Malik dan Asy-Syathit, sebagian Minhaj asli karya imam An-Nawawi, juga kitab Alfiat Al Hadist. Setelah itu ia baru pulang ke tanah kelahirannya Sunaika dan tinggal di sana selama beberapa waktu.
Beberapa waktu kemudian, Zakariya muda kembali lagi ke Al-Azhar. Hidup serba kekurangan membuatnya berpasrah penuh kepada Allah. ia tak berkerja, tapi tak pernah menggantungkan nasibnya kepada orang lain. Fokusnya belajar dan mengaji, sehingga bisa menguasai berbagai macam disiplin ilmu dan menjadi orang besar yang dihormati dan disegani oleh orang-orang di masa itu. Masyarakat mulai menyebutnya Syaikh Zakariya Al-Anshari.
Kisah langka tentang petualangan belajarnya di Al-Azhar terekam jelas dalam beberapa literatur sejarah mengenai dirinya. "Pada usia muda aku menuntut ilmu di berbagai tempat. Aku tidak pernah berkerja, tapi tak menggantungkan nasib kepada orang lain. Selama di Al-Azhar aku tidak pernah makan roti. setiap malam aku keluar mencari kulit semangka, setelah mndapatkannya aku mencuci dan memakannya. Hal itu aku lakukan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya Allah menakdirkanku bertemu dengn seseorang yang berkerja di sebuah tempat pengayaan gandum. Orang itu memberikan aku makanan, minuman, pakaian, kitab-kitab dan menjamin semua kebutuhuhanku. bahkan dia berkata kepadaku : Jangan malu-malu, kalau kamu membutuhkan sesuatu hubungi aku."
"Orang itu bersamaku selama beberapa tahun. Hingga pada suatu malam, ketika orang-orang terlelap dalam tidurnya ia mengajakku ke tangga menara masjid dan menyuruhku menaikinya. Aku naik, setelah sampai di puncaknya ia menyuruhku turun. Aku pun turun lalu orang itu berkata "Zakariya, kamu akan hidup lama (panjang umur). Suatu saat nanti, engkau akan menjadi Qodli Al-Qudlat. Murid-muridmu akan menjadi ulama besar di masa hidupmu dan kelak engkau akan buta". "aku akan buta?" Tanyaku, dan ia menjawab, "iya".
"Setelah kejadian itu, orang itu menghilang dan tak pernah aku jumpai lagi".
Selama di Mesir Syaikh Zakariya belajar kepada ulama-ulama besar. Gurunya di bidang fiqh antara lain Syaikh Abu Ishaq Ibrahim bin Shodaqoh Al-Hanali (772-852 H.), Ibnul Majdi Asy-Syafi'i (767-850 H.), Ibnu Hajar Al-Asqolani (773-852 H.) Al-Bulqini (791-868 H.) dan Safaruddin As-Subki (w: 840 H.). Sedangkan di bidang studi lain, beliau berguru di antaranya kepada Al-Kafiji Al-Hanafi (788-879 H.), Ibnul Hammam Al-Hanafi (790-861 H.) dan beberapa ulama besar lainnya.
Syaikh Zakariya melewati fase belajarnya dengan sukses. Mujahadahnya selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Pengetahuannya melampaui apa yang diperoleh murid-murid yang lain. Beliau mengungguli semua teman-teman belajarnya dalam semua hal. Disamping menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan, Syaikh Zakariya mendapat izin dari guru-gurunya untuk mengajar di Al-Azhar. Al-Azhar memberinya 3600 dirham dalam setiap hari, sebagian besar uang itu beliau gunakan untuk bersedekah dan membeli kitab.
Keilmuannya yang sangat luas membuat beliau sangat dihormati oleh publik Mesir. Beliau mendapat kepercayaan mengajar di tempat mengajarnya imam Syafi'i. Hal ini merupakan posisi intlektual paling presitius di Mesir dan hanya disandang oleh orang-orang tertentu yang kapasitas keilmuannya sudah teruji dan diakui oleh kalangan ulama Mesir lainnya.
Baca selanjutnya >>
Baca selanjutnya >>
0 komentar:
Posting Komentar